HOTLINE / CALL US

Membaca: Pondasi Literasi, Bahan Bakar Menulis

30
Jul 2025
Category : Berita
Author : angel
Views : 228x

(UPA Perpustakaan Unila): Ketika membahas terkait literasi , jawaban yang banyak muncul dalam kepala adalah kemampuan membaca dan menulis. Padahal literasi bukan sekadar itu. Literasi adalah proses berpikir, menyerap, mengolah, lalu menyampaikan kembali. Literasi adalah cara manusia membentuk makna atau informasi yang ditemui.

Meski literasi tidak hanya menyinggung kemampuan membaca dan menulis, tetap tidak dapat dipungkiri bahwa menulis adalah kunci besar dari literasi. Menulis dapat melahirkan gagasan baru, ide kreatif, atau pokok pikiranhingga bisa memberikan dampak yang positif seperti membangkitkan jiwa yang penuh kesadaran, serta meningkatkan kemampuan chiritical thinking.

Namun, tulisan tidak pernah dan tidak akan pernah muncul seorang diri. Tulisan lahir karena ada proses membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membaca secara harfiah dalam bentuk buku fisik, tetapi membaca dalam arti seluas-luasnya, yang memungkinkan manusia memproduksi tulisan. Membaca bukan hanya kegiatan mengeja kata atau huruf, tetapi membaca bisa berarti memahami pola-pola psikologi, karakter, peristiwa, menyelami imajinasi, atau bahkan membaca pengalaman personal.

Buku-buku selfdevelopment sebagai salah satu contoh, seringkali lahir dari hasil bacaan terhadap dinamika psikologi atau pengamatan pola pikir manusia. Para penulis buku self-development tidak hanya membaca lewat teks tetapi lewat kehidupan. Contoh lain bisa diambil dari penulis novel, yang membaca lewat peristiwa sosial ataupun pribadi, membaca imajinasi, maupun membaca novel lainnya yang menjadi inspirasi untuk menghadirkan karya fiksi berbasis realitas.

Bahkan jika mengambil contoh yang lebih formal lewat karya akademik ataupun intelektual yang kompleks, tulisan berupa karya tulis ilmiah juga tidak mungkin hadir tanpa ada proses membaca. Karya tulis ilmiah dihasilkan entah itu hasil dari membaca teori, data, ataupun membaca fakta lapangan dalam lingkungan pembelajaran.

Maka dari sanalah literasi bekerja, sebagai proses timbal-balik antara membaca dan menulis. Membaca memberikan bahan bakar, menulis menjadi hasil olahan. Keduanya tidak berdiri sendiri, melainkan saling menghidupkan layaknya nadi dan darah. Menulis sebagai nadi yang menjadi alat tulisan, sedangkan membaca adalah darah yang menghidupi nadi menulis.

Dalam membaca, seseorang menyerap gagasan dan sudut pandang, semua itu diolah kembali menjadi bentuk yang baru, khas, dan bermakna. Menulis mengolah hasil gagasan yang terbentuk setelah membaca, sehingga hasil tulisan bisa dinikmati, diperdebatkan, dan diwariskan.

Di zaman yang penuh informasi seperti sekarang, penting bagi kita untuk menanamkan pikiran bahwa membaca bukan hanya kemampuan konsumtif, dan menulis bukan hanya keterampilan teknis. Keduanya adalah cara kita membangun kesadaran, memperluas pemahaman, serta mengembangkan pikiran dalam bentuk karya.

Sekali lagi, dalam hal ini, membaca adalah langkah pertama dalam membentuk literasi, dan menulis adalah jejak yang ditinggalkan dari hasil bacaan. Tanpa membaca, tulisan menjadi tak terarah. Tanpa menulis, bacaan menjadi tak terwariskan.

Oleh karena itu, membiasakan diri membaca dengan kesadaran penuh bukan sekadar rutinitas, melainkan pondasi utama untuk membangun kemampuan literasi yang utuh. Dari bacaan, kita bukan hanya memperkaya kosakata, tetapi juga melatih empati, logika, dan daya cipta yang akan membentuk tulisan-tulisan bermakna.

Ketika membaca dan menulis berjalan beriringan sebagai proses yang saling topang, di sanalah literasi menemukan kekuatannya untuk menjadi jalan memahami dunia dan diri sendiri, serta mewariskan pemahaman itu kepada orang lain. Maka, langkah kecil seperti membuka buku atau menuangkan kata-kata bukanlah hal sepele, melainkan bagian dari gerak besar membentuk peradaban agar tidak terkubur oleh zaman.

Penulis: Zahra Dea Zackia
Penyunting: Jian Q